Puluhan Relawan dari berbagai organisasi pecinta alam terlibat dalam pemadaman api di Cagar Alam Tangkoko, Minggu (27/9/2015). Foto: Viando Manarisip. |
“Selamatkan pohon Seho!”
“Cap tikus mo mahal eso!”
Seruan itu menandai semangat puluhan relawan, laki-laki maupun perempuan,
saat memadamkan api di perkebunan warga yang tidak jauh dari Cagar Alam
Tangkoko. Menyaksikan ganasnya api, mereka bergegas membersihkan daun-daun kering dan membuat batas agar kebakaran tidak semakin meluas.
Suasana itu tergambar saat puluhan relawan dari berbagai organisasi pecinta
alam di Sulawesi Utara melibatkan diri dalam upaya pemadaman api. Saat itu, Minggu, 27 September 2015, mereka didampingi
pengurus Forum Komunikasi Pecinta Alam (FKPA) Sulut dan Manggala Agni.
Musim panas dalam kurun beberapa bulan membuat tanaman dan tumbuhan
mengalami kekeringan. Akibatnya, ada kekhawatiran kebakaran hutan masih bisa
terjadi di CA Tangkoko.
Di kawasan ini, kebakaran hutan nyaris terjadi di setiap tahunnya. Namun,
kebakaran yang berlangsung sejak Agustus hingga September 2015, diperkirakan menjadi yang
terparah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Sebelum turun lapangan, relawan diberi pengarahan tentang
teknik pemadaman. Mereka juga diingatkan untuk
mengutamakan keselamatan. Secara teknis, diajarkan juga penggunaan alat bantu pemadaman kebakaran berupa alat tangan dan penyemprotan
air pemadam bara.
“Teknik itu antara lain, bakar balik, tujuannya mempercepat ataupun
menghabiskan bahan bakar yang ada. Kedua, teknik penggunaan peralatan tangan
menggunakan garuk tajam dan garuk cangkul. Yang terpenting, mengutamakan
keselamatan, saling kontrol dalam pekerjaan dan perjalanan sampai di posko,”
kata Ronald Sumilat, Komandan Peleton (Danton) Manggala Agni.
Ucapan Ronald cukup beralasan. Selain menghindari kepungan api, para
relawan juga harus bersiaga pada kemungkinan adanya pohon tumbang. Benar saja,
di dalam kawasan CA Tangkoko, sejumlah pohon nampak tergeletak di daratan.
Tak hanya itu, suatu ketika, tim pemadam beserta relawan dikejutkan suara
dari jarak sekitar 30 meter. Beberapa relawan mengira tanah longsor, namun
suara itu ternyata datang dari sebuah pohon tumbang.
Hari itu, api memang berhasil menghanguskan tumbuhan
di sejumlah titik. Namun, tidak dengan semangat relawan untuk menjinakkan ‘si
jago merah’. Mereka setidaknya berhasil menjebol sekitar 3 km, dengan medan
yang diselingi tanjakan maupun turunan curam. Selain itu, meski diserang panas
matahari dan kobaran api, senyum, tawa dan canda masih bisa disaksikan.
“Senyum bisa meringankan masalah,” kata Jemmy Makasala, pengurus FKPA
Sulut, pada para relawan.
Jemmy, saat itu, bertugas sebagai koordinator lapangan. Sudah 2 minggu ia
terlibat dalam pemadaman api di CA Tangkoko. Menurut dia, keterlibatan FKPA Sulut adalah komitmen serta idealisme sebagai
pecinta alam.
“Pecinta alam punya tanggung jawab dalam upaya
pelestarian alam,” kata dia. “Tentunya sangat penting bagi pecinta alam untuk terlibat karena itu adalah
lingkungan anak-anak pecinta alam.
Jadi, otomatis mereka harus terlibat.”
Pria yang akrab disapa Jemmy ‘rusa’ ini mengaku senang melihat antusiasme relawan
dalam upaya pemadaman api, meski tidak dibayar. “Idealisme
mulai tumbuh di anak-anak pecinta
alam (PA) dan di situ akhirnya ada kerja sama,” ungkap Jemmy.
Tak hanya di Tangkoko, kebakaran terjadi di banyak tempat di Sulawesi
Utara. Sejak Agustus Hingga September 2015, dari 8.753 hektar total luasan, sekitar
1.523,98 hektar atau 17,44% kawasan konservasi di Sulut mengalami kebakaran
hutan.
Berdasarkan catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut, pada
tahun 2012, kawasan konservasi yang mengalami kebakaran tercatat seluas 227
hektar. Tahun 2013, angka itu turun menjadi 127 hektar. Kembali meningkat pada
tahun 2014 menjadi 293 hektar.
Kebakaran tersebut terjadi di sejumlah lokasi seperti CA Tangkoko, CA
Duasudara, Taman Wisata Alam Batuputih dan Taman Wisata Alam Batuangus. Meski demikian,
data kawasan hutan yang terbakar, belum termasuk CA Lokon, Suaka Margasatwa
Manembo-nembo Warembungan, Gunung Ambang dan Gunung Soputan.
Relawan Menerima Arahan dari Ronald Sumilat, Danton Manggala Agni. Foto: Viando Manarisip |
Tanggapan Pecinta Alam
Andrew Tumimbang, anggota
Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Avestaria, sudah beberapa kali menjadi relawan dalam operasi SAR. Namun untuk pemadaman api di hutan, ia mengaku baru kalinya menjadi volunteer. Keterlibatannya sebagai relawan pemadam api di Tangkoko disebabkan adanya keterpanggilan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.
“Karena so kebakaran bagini dan FKPA so maso, jadi torang dari Mapala harus juga
membantu untuk datang jadi volunteer”, kata dia.
Andrew juga
mengatakan, dengan
melibatkan diri sebagai relawan, ia bisa mendapatkan banyak ilmu serta pengalaman turun langsung ke
lokasi kebakaran serta mengetahui
teknik pemadaman api sesuai dengan arahan dari kordinator
regu.
Tanggapan serupa datang dari Robin Dambudjai, dari Mapala Artsas.
“Awalnya saya berpikir buat apa datang kesini. Namun,
sebagai pecinta alam, hati saya terpanggil menjadi relawan untuk
membantu memadamkan api di Cagar Alam Tangkoko. Apalagi kita tahu bersama di sini banyak
hewan-hewan yang terancam punah dan juga menjadi kawasan konservasi”.
Robin juga baru pertama kali terlibat dalam pemadaman kebakaran hutan. Lewat keterlibatan ini,
ia memperoleh pengetahuan tentang cara peduli terhadap
alam, menghargai alam. Tak hanya itu,
ia melihat di antara sesama relawan, terdapat suasana kebersamaan dan upaya menjaga satu
sama lain untuk keselamatan bersama.
Pengalaman
pertama juga dirasakan oleh Aldo Titiahy relawan dari KPA Guardian. Seperti halnya Andrew dan Robin, status sebagai pecinta alam mendorongnya
untuk terlibat dalam pemadaman api di Tangkoko.
Meski agak kesulitan mematikan api yang besar,
namun ia merasakan suasana asik
dan seru saat berada di lokasi. “Karena saya pecinta alam, jadi saya merasa perlu terlibat dalam kegiatan ini. Dan Ini merupakan pengalaman
pertama saya,”
kata Aldo yang juga menjabat ketua di KPA Guardian.
Relawan Foto Bersama di Posko Pemadaman Api Tangkoko. Foto: Viando Manarisip |
Penulis: Viando Manarisip
0 comments:
Post a Comment