sulutgreen'

Aktivis Peringati Hari Konservasi di Bitung. Bagaimana Ceritanya?

Aktivis Peringati Hari Konservasi di Bitung
Sejumlah aktivis lingkungan memperingati Hari Konservasi Nasional 2015 di kota Bitung. Foto: Tamporok [Facebook]
Bitung yang dikenal dengan kota cakalang menjadi pusat sekumpulan organisasi dan relawan dari berbagai elemen memperingati hari konservasi, pada Senin (10/8/2015).  Lewat kegiatan ini, mereka mendapati, sejumlah masyarakat belum mengetahui momentum hari konservasi.

Nona Diko, koordinator lokal Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT), saat diwawancarai, dia mencontohkan, masyarakat merespon peringatan hari konservasi dengan berbagai macam pertanyaan.

“Masih terlihat masyarakat yang bingung  dan tidak tahu apa itu konservasi dan tidak menyadari bahwa hari ini diperingati sebagai hari Konservasi Alam Nasional. Berbeda dengan respon dari siswa-siswi SMA di kota bitung, mereka terlihat asik menceritakan soal penyelamatan Yaki.”

Nona Diko, lewat PKT, selama ini bergelut dalam pendidikan konservasi di Sulut. Ia sudah memperkenalkan isu konservasi sejak di dalam kelas. Berdasarkan pengalamannya, di awal kegiatan belajar-mengajar, masih banyak siswa-siswi yang masih menggunakan air mineral dalam kemasan plastik.

Namun setelah diberikan pengetahuan tentang penggunaan plastik serta apa saja dampak buruk dari sampah plastik, mereka akhirnya sadar dengan bahayanya terhadap lingkungan.

Ia berharap, hari konservasi menjadi momentum untuk mengajak semua elemen untuk terlibat dalam pelestarian alam. “Harapannya konservasi dilakukan bukan hanya di luar rumah saja, melainkan di dalam rumah.”

Senada, Billy Gustafianto, staff information and education Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), mengatakan, satwa liar di Sulut menghadapi acaman lewat aksi perburuan, perdagangan, serta untuk dipelihara. Uniknya, dalam kegiatan itu, ia masih mendengar pertanyaan semisal, “masih ada so yang makan yaki?”

Namun Billy  mengaku cukup senang menjawab pertanyaan tersebut. Saat ditanya harapan dari peringatan hari konservasi, pihaknya menuturkan, masyarakat dapat semakin menyadari perlunya konservasi. “Karena kalau alam sudah seimbang maka tidak perlu konservasi” ucap Billy.

Dia menambahkan, pihak berwajib harus menegakkan peraturan yang sudah ada saat menghadapi kasus yang bertentangan dengan upaya konservasi. “Karena sekecil apapun kasus lingkungan, efek jeranya juga harus diberikan. Jika hukum ditegakkan maka akan berdampak bagus,” demikian ucap Billy.

Sementara itu, Maria Taramen, ketua Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi, mengajak masyarakat untuk bersama-sama memahami konservasi dengan “brenti makang Yaki”. Karena, menurut dia, Yaki merupakan satwa endemik Sulut dan hewan yang dilindungi.

“Contohnya, permasalahan di Bitung. Ada lahan konservasi (CA Tangkoko), tapi kenapa masih ada perburuan yaki? Makannya, kami memilih Bitung sebagai lokasi peringatan hari konservasi,” kata Maria.

Lewat kegiatan ini, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk mengurangi pemakaian plastik, tisu, serta penebangan pohon.

Aktivis yang tergabung dalam peringatan hari konservasi, terdiri dari PPST, KMPA Tunas Hijau, PKT serta beberapa individu pecinta alam. Mereka membagikan pin, stiker, dan selebaran kepada masyarakat yang dijumpai.



Penulis: Viando Manarisip
Share on Google Plus

Note Unknown

Sebagai masyarakat yang hadir dalam dunia digital, kami tidak bisa menghindari kutip-mengutip (untuk tidak menyebut copy-paste) dari dan untuk "SulutGreen.com". Kami percaya ilmu pengetahuan harus dibagikan secara gratis. Tetapi kami akan tetap menghormati karya-karya yang sudah dikutip, dengan mencantumkan nama dan sumber karya tersebut.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment